Pages - Menu

Sabtu, 21 Februari 2015

Kalo Orangtua Udah Berkehendak

Kemarin temenku main ke rumah waktu aku lagi asik bersihin nasi di atas perutku. Aku emang suka melakukan hal yang tidak lazim. Makan sambil berbaring salah satu contoh kecilnya. Biasanya, aku malah makan sambil buang air besar. Dan buang air besarnya aku lakukan sambil berbaring.

Setelah selesai bersih-bersih tubuh aku pun menemui temenku yang tumben-tumbenan main ke rumahku. Ternyata, yang datang temenku bernama Roy. Laki-laki yang tidak populer di mata cewek. Roy temen SMA-ku.

Dulu.. aku mengenal Roy sebagai cowok yang kurang gaul. Roy seperti cowok yang tak terurus. Pernah, aku deket-deket sama dia, pas nengok ke samping--aku gak sengaja melihat telinganya, dan aku mengerang.. lubang telinga dan sekitarnya berwarna hitam. Itu sudah cukup membuatku ilfil. Roya tidak pandai membersihkan diri, sudah pasti Roy tidak pandai menyayangi. Roy bukan tipe laki-laki idaman.

Satu hal lagi yang membuatku makin ilfil dari Roy adalah bulu hidungnya yang lebat, dan seolah kemana-mana. Bulu hidungnya Roy benar-benar menggelikan, saking lebatnya sampai nongol dari lubang hidungnya. Terlihat jelas.. dan begitu nyata. Aku membayangkan, pasti Roy sering sesak nafas karenanya.


Setelah sekian lama gak ketemu, ternyata Roy gak ada bedanya dengan yang kukenal pada waktu SMA. Itu artinya, Roy gagal menjadi anak kuliahan yang identik dengan gaul dan trendy.

Roy ke rumahku hanya mengenakan kaos oblong lusuh dan celana pendek kolor lengkap dengan aroma keringat yang jauh dari kata mengenakkan. Roy benar-benar tidak menyenangkan untuk dijadikan objek cuci mata. Penampilannya siang itu, gak ada bedanya sama temenku yang sebelumnya juga pernah main ke rumahku, yang bernama Angelo.

Siang itu kami banyak bercerita. Membicarakan temen-temen SMA. Dan membicarakan masalah negara. Disitu, kami mempunyai pikiran yang sama; kadang orang yang lulus SMA langsung memilih buat kerja dan enggak nerusin kuliah. Mereka sebenernya lebih siap buat menjalani hidup yang sesungguhnya. Mereka udah bisa nyari duit sendiri, kerja di tanah orang yang awalnya asing buat dirinya.

Sedangkan buat mereka yang anak kuliah, masih aja ngerepotin orangtua yang tiap bulannya minta dikirimin duit. Udah gitu, buat yang anak-anak jurusan keguruan lebih sedih lagi. kalo udah lulus, dapet kerjaan jadi guru, bayarannya jauh dari kata ‘alhamdulilah’-nya temen-temen SMA yang lebih milih langsung kerja.

Lulusan keguruan gak bisa otomatis jadi PNS. Lulusan keguruan kalo ngajar di sekolah negeri gak bisa dapet gaji yang layak. Temen-temen yang lain udah pada megang uang, aku masih aja megang celengan. Yang gak ada isinya.

Akan tetapi, bagaimanapun juga hidup itu pilihan sih. Kalo udah milih buat kuliah, ya jalanin aja. Dan buktikan setelah kuliah kita bisa nyusul atau bahkan lebih sukses dari temen-temen.

Obrolan kami pun berganti ke topik lainnya. Kali ini tentang Roy yang enggak diberi kebebasan sama orangtuanya untuk menentukan pilihannya sendiri. Jadi, di balik penampilan Roy yang dekilnya natural banget. Ternyata Roy anak mami.

Aku baru tau kalo Roy itu anak laki-laki yang sehabis maghrib gak boleh pergi main keluar rumah. Bahkan, nongkrong di depan rumah bareng temen-temennya pun enggak boleh. Roy tumbuh dengan pengalaman hidup yang minim.

Bahkan, ketika lulus SMA. Dulu Roy lebih memilih menentukan langkahnya untuk bekerja ke jakarta. Niat itu mesti diurungkan karena Roy dipaksa orangtuanya untuk kuliah. Dengan catatan, Roy harus mencari kampus yang tidak terlalu jauh, agar tidak perlu ngekos. Dan dekat dengan orangtuanya.

Roy pernah mengeluhkan akan hal  ini. Dan orangtuanya juga mengeluhkan Roy agar jangan sering main keluar rumah. Roy gak bisa pergi bebas, Orang tua Roy gak ingin Roy pergi bebas.

Roy adalah anak semata wayang yang sebenernya bukanlah anak kandung dari orangtuanya. Roy tahu akan hal itu, dan itu tidak menjadi masalah. Roy lebih mempermasalahkan kebebasannya untuk masa depannya sendiri.

“Aku sebenernya capek kayak gini terus, aku udah lulus kuliah. Seharusnya aku berhak menentukan masa depanku sendiri. Aku pengen keluar dari kota ini. Bekerja sesuai keinginanku” Roy mendesah pasrah.

“Seharusnya kamu bisa jelasin alasannya Roy, kamu gak bisa seterusnya ikut orang tuamu. Kota kita itu kecil, peluang kerjanya susah disini” Aku memberi penguatan.

“Aku tau kok, tapi mau bagaimana lagi. Orangtuaku enggak pengen aku keluar dari kota ini. Aku harus terus ada di dekat orang tuaku”

Aku pun tidak bisa berkomentar apa-apa.

Kadang kita bahagia dengan setiap fasilitas yang diberikan orangtua. Kadang kita juga bahagia punya orangtua yang perhatian. Namun hal yang lebih membahagiakan dari itu adalah ketika orangtua percaya kepada kita, bahwa kita berhak menentukan langkah kita sendiri.

Punya fasilitas, perhatian orangtua, hal itu justru jadi beban kalo tidak diimbangi dengan kepercayaan orang tua untuk menentukan yang terbaik untuk kita sendiri.

Dibalik lusuhnya penampilan Roy, dia punya banyak masalah yang harus dihadapi. Roy harus terus bersama orangtuanya dan terus dikekang seterlalu itu, padahal Roy bentar lagi jadi sarjana, namun untuk mendapatkan kepercayaan dari orangtuanya, titel sarjana itu belum cukup untuk meyakinkan orangtuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar