Kemarin
temenku main ke rumah waktu aku lagi asik bersihin nasi di atas perutku. Aku emang
suka melakukan hal yang tidak lazim. Makan sambil berbaring salah satu contoh
kecilnya. Biasanya, aku malah makan sambil buang air besar. Dan buang air
besarnya aku lakukan sambil berbaring.
Setelah
selesai bersih-bersih tubuh aku pun menemui temenku yang tumben-tumbenan main
ke rumahku. Ternyata, yang datang temenku bernama Roy. Laki-laki yang tidak
populer di mata cewek. Roy temen SMA-ku.
Dulu.. aku
mengenal Roy sebagai cowok yang kurang gaul. Roy seperti cowok yang tak
terurus. Pernah, aku deket-deket sama dia, pas nengok ke samping--aku gak
sengaja melihat telinganya, dan aku mengerang.. lubang telinga dan sekitarnya
berwarna hitam. Itu sudah cukup membuatku ilfil. Roya tidak pandai membersihkan
diri, sudah pasti Roy tidak pandai menyayangi. Roy bukan tipe laki-laki idaman.
Satu hal
lagi yang membuatku makin ilfil dari Roy adalah bulu hidungnya yang lebat, dan
seolah kemana-mana. Bulu hidungnya Roy benar-benar menggelikan, saking lebatnya
sampai nongol dari lubang hidungnya. Terlihat jelas.. dan begitu nyata. Aku
membayangkan, pasti Roy sering sesak nafas karenanya.
Setelah
sekian lama gak ketemu, ternyata Roy gak ada bedanya dengan yang kukenal pada
waktu SMA. Itu artinya, Roy gagal menjadi anak kuliahan yang identik dengan
gaul dan trendy.
Roy ke
rumahku hanya mengenakan kaos oblong lusuh dan celana pendek kolor lengkap
dengan aroma keringat yang jauh dari kata mengenakkan. Roy benar-benar tidak
menyenangkan untuk dijadikan objek cuci mata. Penampilannya siang itu, gak ada
bedanya sama temenku yang sebelumnya juga pernah main ke rumahku, yang bernama
Angelo.
Siang itu
kami banyak bercerita. Membicarakan temen-temen SMA. Dan membicarakan masalah
negara. Disitu, kami mempunyai pikiran yang sama; kadang orang yang lulus SMA
langsung memilih buat kerja dan enggak nerusin kuliah. Mereka sebenernya lebih
siap buat menjalani hidup yang sesungguhnya. Mereka udah bisa nyari duit
sendiri, kerja di tanah orang yang awalnya asing buat dirinya.
Sedangkan
buat mereka yang anak kuliah, masih aja ngerepotin orangtua yang tiap bulannya
minta dikirimin duit. Udah gitu, buat yang anak-anak jurusan keguruan lebih
sedih lagi. kalo udah lulus, dapet kerjaan jadi guru, bayarannya jauh dari kata
‘alhamdulilah’-nya temen-temen SMA yang lebih milih langsung kerja.
Lulusan
keguruan gak bisa otomatis jadi PNS. Lulusan keguruan kalo ngajar di sekolah
negeri gak bisa dapet gaji yang layak. Temen-temen yang lain udah pada megang
uang, aku masih aja megang celengan. Yang gak ada isinya.
Akan
tetapi, bagaimanapun juga hidup itu pilihan sih. Kalo udah milih buat kuliah,
ya jalanin aja. Dan buktikan setelah kuliah kita bisa nyusul atau bahkan lebih
sukses dari temen-temen.
Obrolan kami
pun berganti ke topik lainnya. Kali ini tentang Roy yang enggak diberi
kebebasan sama orangtuanya untuk menentukan pilihannya sendiri. Jadi, di balik
penampilan Roy yang dekilnya natural banget. Ternyata Roy anak mami.
Aku baru
tau kalo Roy itu anak laki-laki yang sehabis maghrib gak boleh pergi main
keluar rumah. Bahkan, nongkrong di depan rumah bareng temen-temennya pun enggak
boleh. Roy tumbuh dengan pengalaman hidup yang minim.
Bahkan,
ketika lulus SMA. Dulu Roy lebih memilih menentukan langkahnya untuk bekerja ke
jakarta. Niat itu mesti diurungkan karena Roy dipaksa orangtuanya untuk kuliah.
Dengan catatan, Roy harus mencari kampus yang tidak terlalu jauh, agar tidak
perlu ngekos. Dan dekat dengan orangtuanya.
Roy pernah
mengeluhkan akan hal ini. Dan orangtuanya
juga mengeluhkan Roy agar jangan sering main keluar rumah. Roy gak bisa pergi
bebas, Orang tua Roy gak ingin Roy pergi bebas.
Roy adalah
anak semata wayang yang sebenernya bukanlah anak kandung dari orangtuanya. Roy
tahu akan hal itu, dan itu tidak menjadi masalah. Roy lebih mempermasalahkan
kebebasannya untuk masa depannya sendiri.
“Aku
sebenernya capek kayak gini terus, aku udah lulus kuliah. Seharusnya aku berhak
menentukan masa depanku sendiri. Aku pengen keluar dari kota ini. Bekerja sesuai keinginanku” Roy mendesah
pasrah.
“Seharusnya
kamu bisa jelasin alasannya Roy, kamu gak bisa seterusnya ikut orang tuamu.
Kota kita itu kecil, peluang kerjanya susah disini” Aku memberi penguatan.
“Aku tau
kok, tapi mau bagaimana lagi. Orangtuaku enggak pengen aku keluar dari kota
ini. Aku harus terus ada di dekat orang tuaku”
Aku pun
tidak bisa berkomentar apa-apa.
Kadang kita
bahagia dengan setiap fasilitas yang diberikan orangtua. Kadang kita juga bahagia
punya orangtua yang perhatian. Namun hal yang lebih membahagiakan dari itu
adalah ketika orangtua percaya kepada kita, bahwa kita berhak menentukan
langkah kita sendiri.
Punya
fasilitas, perhatian orangtua, hal itu justru jadi beban kalo tidak diimbangi
dengan kepercayaan orang tua untuk menentukan yang terbaik untuk kita sendiri.
Dibalik
lusuhnya penampilan Roy, dia punya banyak masalah yang harus dihadapi. Roy
harus terus bersama orangtuanya dan terus dikekang seterlalu itu, padahal Roy
bentar lagi jadi sarjana, namun untuk mendapatkan kepercayaan dari orangtuanya,
titel sarjana itu belum cukup untuk meyakinkan orangtuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar